Minggu, 25 Januari 2015

Cinta Rasulullah

Sudahkah kita mencintai Nabi kita?
Banyak orang muslim yang mengaku cinta, padahal kebanyakan dari mereka tak sedikitpun  mengenal Rasulullah Saw. Mengaku cinta, namun gaya hidup jauh dari contoh-contoh yang Rasulullah Saw. berikan. Lalu, apakah itu yang dinamakan mencintai nabi-Mu?
Cinta hadir karena adanya pengetahuan. semakin dalam pengetahuan terhadap sesuatu, semakin kuatlah cinta itu. Begitu pula dengan mencintai Rasulullah, kita harus belajar untuk mengenal lebih dekat, meski terpisah ratusan abad. Dengan cara : membaca macam-macam buku mengenai kisah Nabi Muhammad Saw, membolak-balik terjemahan Al-Quran, menonton film yang menceritakan perjuangan beliau dan merintih kepada Allah sambil berdoa. Agar kecintaan kita kepada Rasulullah tidak hanya dimulut saja melainkan, didalam hati dan jiwa kita.
Abu Bakar, ketika baru sadar dari pingsannya, pertanyaan pertama yang keluar dari mulutnya adalah "Bagaimana keadaan Rasulullah?" Padahal, saat itu keadaannya sendiri sudah hampir mati dan darah terus mengucur dari hidungnya karena dianiaya kaum musyrikin.
Khubaib ibn Adi yang ketika itu ditangkap oleh kafir Quraisy dan hendak dibunuh, ketika diajukan pertanyaan, "Sukakah kamu jika Muhammad menggantikan posisimu di tempat ini?", Khubaib menjawab "Demi Allah, aku tidak suka jika Muhammad terkena duri di tempatnya sekarang ini, sementara aku duduk santai dengan keluargaku". ia pun dibunuh setelah sebelumnya menjalankan shalat dua rakaat.
Zaid bin Dutsnah yang memiliki kisah serupa dengan Khubaib ibn Adi. Ditengah berkecamuknya Perang Uhud dan tersebar desas-desus Nabi Muhammad Saw. telah terbunuh, seorang wanita berlari memasuki kancah peperangan dan mencari-cari Rasulullah Saw. Ia melihat saudara-saudaranya telah menjadi mayat. Begitu ia tahu Rasulullah Saw. masih hidup, wanita itu berkata, "Demi Allah, wahai Rasulullah, aku tidak akan memedulikan apapun yang menimpa diriku selama engkau selama"
Menjelang wafat, dalam keadaan yang sekarat, Rasulullah Saw. mengumpulkan para sahabat dan keluarganya. Semua menangis sedih melihat keadaan Rasulullah Saw. Beliau bertanya dengan suara lemah "Aadakah di antara kalian yang pernah aku sakiti?" Tak ada yang menjawab. RasulullahSaw. bertanya lagi hingga ketiga kalinya. Seorang laki-laki pun berdiri menuju Nabi, dialah Ukasyah ibn Muhsin. "Ya Rasul Allah, dulu aku pernah bersamamu di Perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung sampingku," ucap Ukasyah. Rasulullah lalu menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah Fatimah. Bilal tampak begitu berat menunaikan perintah Nabi. Ia tak ingin camuk yang dibawanya melecut tubuh sang kekasih, namun Bilal juga tidak berani melawan perintah Nabi. Segera setelah sampai, cambuk diberikan kepada Nabi dan dengan cepat cambuk berpindah ke tangan Ukasyah. Masjid seketika dipenuhi gemuruh suara para sahabat.
Tiba-tiba dibarisan terdepan maju sosok berwajah sendu dan berjanggut basah oleh air mata, Abu Bakar, dan sosok pemberani yang ditakuti para musuhnya di medan pertempuran, Umar bin Al-Khaththab. Mereka berkata, "Hai Ukasyah, pukullah kami berdua, sesukamu. Pilihlah bagian mana yang paling kau inginkan, qisas-lah kami." Rasulullah Saw. menggelengkan kepalanya dan menyuruh kedua sahabat itu duduk. Lalu Ali bin Abi Thalib pun berdiri di depan Ukasyah dengan berani. "Hai Hamba Allah, inilah aku yang masih hidup siap menggantikan qisas Rasul. inilah punggungku. ayunkan tanganmu sebanyak apapun, deralah aku". Rasulullah Saw. kembali menggeleng dan menyuruh Ali duduk.
"Hai Ukasyah, engkau tahu, kami ini kakak-beradik, kami adalah cucu Rasulullah Saw., kami darah dagingnya, bukankah ketika engkau mencambuk kami, itu artinya mencambuk Rasul juga". Hasan dan Husain tampil di depan Ukasyah. Namun Rasulullah menyuruh cucu yang sangat dicintainya itu untuk duduk.
Ukasyah berjalan ke arah Nabi. Kini tak ada lagi yang berdiri untuk menghalangi Ukasyah mengambil qisas. "Wahai Ukasyah, inilah ragaku, cambuklah sesukamu". Nabi selangkah mendekatinya. "Ya Rasul Allah, saat engkau mencambukku, tak ada sehelai kain pun yang menghalangi lecutan cambuk itu" ucap Ukasyah. Nabi Saw. tak berucap sepatah kata pun. Nabi Saw. melepaskan gamisnya dan tersingkaplah tubuh sucinya. Pekik takbir yang pilu mulai menggema. Melihat tubuh Nabi Saw. Ukasyah langsung membuang cambuknya dan berlari memeluk tubuh Nabi. Sepenuh cinta direngkuhnya Nabi, erat...erat... sekali. Tangisnya pecah. Perasaan rindu kepada Nabi ia tumpahkan saat itu. Ukhasyah menangis gembira, berteriak haru, gemetar bibirnya berucap, "Tebusanmu, jiwaku, ya Rasul Allah. Siapakah yang sampai hati meng-qisasa manusia mulia sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku bisa melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka".
Subhanallah rasa cinta yang ditunjukan Ukasyah.
Bilal yang suara indahnya selalu dirindukan untuk mengumandangkan azan, setelah Rasulullah Saw. wafat tak mau lagi mengumandangkan azan. Itu karena ia selalu menangis tersedu-sedu hingga pingsan ketika mengucapkan, "Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah......"
Ketika Bilal hampir menemui ajalnya, istrinya menangis. Tapi Bilal berkata, "Sungguh gembiranya aku esok aku akan bertemu dengan orang-orang yang kukasihi. Muhammad dan sahabat-sahabatnya".
Sungguh luar biasa kisah cinta para sahabat nabi kepada kekasih Allah. Subhanallah....
Rasulullah Saw. pada khutbah terakhirnya berdoa "Mudah-mudahan Allah menetapkan kalian, mudah-mudahan Allah menjaga kalian, mudah-mudahan Allah menolong kalian, mudah-mudahan Allah meneguhkan kalian dan menguatkan kalian serta menjaga kalian..." Rasulullah yang mencintai umatnya ketika di sela-sela rasa sakit sakaratulmaut yang dahsyat-saat bernafas saja seolah melewati lubang jarum-masih sempat memohon lirih kepada Allah, "Ya Allah,,, dahsyat nian maut ini. Timpakan saja semua maut (rasa sakit) kepadaku, jangan kepada umatku.."
Rasulullah juga pernah menangis dan bersabda "Aku merindukan saudara-saudara seiman". Para sahabat bertanya "Bukankah kami saudara-saudara seimanmu ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab "Kalian adalah sahabat-sahabatku. Saudara seimanku adalah kaum yang hidup setelahku, mereka beriman kepadaku, padahal mereka belum pernah melihatku".
Betapa indahnya, betapa terhormatnya disebut saudara oleh Baginda Nabi Saw. yang mulia. Untuk itu Allah memerintahkan kepada umatnya untuk sering-sering bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw.

Sabtu, 24 Januari 2015

Baiti Jannati {Rumahku adalah surgaku}

Rumah yang menjadi saksi bisu perjalanan hidup penghuninya, saksi yang melihat kasih sayang yang saling dicurahkan, melihat suka duka, tawa canda, dan air mata di keluarga ini.
Rumah yang penuh berkah adalah surga kecil yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Ia tempat bernaung dari panas dan dingin, tempat istirahat yang nyaman dan tempat kembali setiap kali berpergian. Rumah penuh berkah juga tempat terbaik untuk menyemai benih-benih kebaikan serta keimanan dari sebuah keluarga.
Setiap orang pasti mendambakan kebahagiaan dalam keluarganya. Sebagian mungkin menganggap kebahagiaan itu diperoleh dengan mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Padahal kenyataannya, seseorang yang menjadikan materi sebagai sandaran hidupnya, tanpa pernah melakukan bakti kepada ayah dan ibunya, akan menjemput kehancurannya sendiri, cepat atau lambat. Keluarga harmonis dan bahagia bukan hanya bersandar pada materi semata, melainkan sejauhh mana peran nilai-nilai agama di dalamnya, sejauh mana perhatian dan kasih sayang tercurah, sehingga tercipta kehidupan keluarga yang penuh berkah, ketentramam, dan kebahagiaan, yang selayaknya menjadi panutan kaum muslim. Bahkan Nabi Muhammad pun semasa hidup beliau tidak pernah memiliki rumah mewah dan harta berlimpah. Bahkan, ketika Umar bin Al-Khaththab mengunjungi beliau suatu hari, didapatinya Rasulullah Saw. sedang berbaring di atas pelepah daun kurma hingga punggung beliau tergores saking kerasnya pelapah daun kurma itu. Tetapi, dari kondisi yang sangat sederhana itu, beliau selalu mengucapkan baiti jannati. Itulah ciri rumah tangga yang dibangun atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Bahkan Rasulullah pernah berkata bahwa ada 4 hal yang menjadi pilar berdirinya keluarga sakinah, yaitu:

  1. Rumah yang memiliki kecenderungan kepada agama, ketika benih-benih agama ditanamkan, didirikan, dan dipelihara.
  2. Rumah yang di dalamnya ada rasa saling menghormati dan menghargai, istri hormat kepada suaminya, yang muda menghormati yang tua, dan yang tua menyayangi yang muda.
  3. Rumah yang di dalamnya ada kesederhanaan dalam berbelanja serta yang di dalamnya setiap penghuni berperilaku santun dan selalu memperbaiki diri.
  4. Suami istri yang saling setia, keluarga yang shaleh dan shalehah, anak-anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya, lingkungan yang sehat, serta rezeki yang dekat, sebagai faktor yang menjadi sumber kebahagiaan keluarga.
Rasulullah juga memberikan tuntunan dalam mendirikan tempat tinggal, yang salah satunya adalah agar tidak berlebihan dalam membangunnya. Rasulullah senantiasa mengucapkan salam sebelum memasuki rumah, dan ketika tiba di dalamnya beliau berdoa " segala puji hanya milik Allah Swt. semata, Zat yang telah memberiku kecukupan dan tempat berlindung, yang telah memberiku makan dan minum, yang telah memberiku karunia dan melebihkannya. Ya Allah aku meminta kepada-Mu selamatkanlah aku dari api neraka"
Betapa indahnya sebuah rumah yang di dalamnya senantiasa disebut nama Allah, diperdengarkan bacaan Al-Quran, lantainya dijadikan tempat sujud siang dan malam, serta berbagai macam aktivitas yang tujuannya mencari ridho Allah semata. Sabda Nabi Saw. " Jangna jadikan rumah kalian seperti kuburan. sungguh, rumah yang di dalamnya selalu dibacakan ayat-ayat Al-Quran, tidak dimasuki setan" (HR Al-Tirmidzi).
Apabila sebuah keluarga dalam rumah itu berkelebihan, Rasulullah pun menganjurkan untuk memelihara anak yatim, "Sebaik-baik rumah kaum muslim ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim yang diperlakukan (diasuh) dengan baik, dan seburuk-buruk rumah kaum muslim ialah yang di dalamnya terdapat anak yatim, namun anak itu diperlakukan dengan buruk" (HR Ibnu Majah).

Saya ambil tulisan ini dari sebuah buku yang sangat bagus luar biasa dan memotivasi saya agar tetap berada dijalan Allah "Sejuta Pelangi" Karya Oki Setiana Dewi.